Khotbah Kristen Lukas 13: 1-5 | Berbuah, Di Dalam Anugerah. Apa yang kita pikirkan ketika terjadi sebuah musibah, tragedi, bencana menimpa seseorang? Banyak hal muncul dalam benak kita, mulai dari kecelakaan (alamiah), human error, atau konsekuensi dari dosa. Hal ini yang juga muncul dalam benak masyarakat Yahudi saat Yesus melayani (Lukas 13: 1-5). Saat itu ada 2 tragedi terjadi.
Lukas 13: 1-5
Yang pertama adalah pembantaian orang-orang Galilea oleh tentara Pilatus ketika mereka sedang mempersembahkan korban di Bait Suci, sehingga disebut darah mereka tertumpah – bercampur dengan darah dari binatang yang dikorbankan kepada Tuhan. Saat itu pembantaian dilakukan karena masyarakat Galilea memang kerap memberontak kepada pemerintahan Romawi.
Yang kedua peristiwa ke-naas-an lain, yakni tentang delapan belas orang yang menjadi korban runtuhnya menara Siloam. Pemahaman umum masyarakat akan kedua kejadian ini bahwa orang yang mati secara naas dianggap sebagai orang yang sangat berdosa dan mengalami hukuman dari Tuhan. Sebaliknya, orang benar/saleh pasti akan diberkati oleh Tuhan, selamat dan baik-baik saja.
Namun alih-alih menghakimi, Yesus hanya mengatakan: bahwa orang yang meninggal mengenaskan karena tragedi/bencana yang dialami, tidak serta merta karena mereka menanggung dosa mereka. Yesus justru 2x menegaskan: “Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian!” Respons Yesus ini menunjukkan dua pandangan teologis :
- Kematian karena bencana/kecelakaan, tidak otomatis menunjukkan betapa berdosanya sang korban.
- Daripada sibuk menilai dosa orang lain melalui peristiwa hidup-mati seseorang, Yesus menyarankan pertobatan yang dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu. Pilihannya jelas: Metanosete / apoleisthe (bertobat atau binasa).
Pertobatan yang dimaksud melingkupi 2 tahap, menyesali perbuatan, lalu berbalik menempuh jalan yang benar. Penyesalan harus diikuti dengan transformasi hidup, hidup yang “berbuah” dan berubah, memperjuangkan kemuliaan Tuhan dan kebaikan seluruh ciptaan. Karenanya Yesus melanjutkan dengan kiasan tentang pohon ara yang diharapkan berbuah (Lukas 3: 6-9). Setelah tiga tahun tumbuh di kebun anggur, sang pemilik meminta buahnya, namun pohon tersebut rupanya tidak kunjung berbuah. Hal ini menjadi ironis sebab pohon ara (Ficus Carica) bersama pohon zaitun dan anggur adalah satu tanaman penting di Alkitab (disebut lebih dari 50 kali).
Berbuah, Di Dalam Anugerah
Pohon ara di Israel dan sekitarnya, dikenal dengan umurnya yang sangat panjang, mampu beradaptasi dengan berbagai jenis tanah, bahkan bisa tumbuh dengan baik di tanah yang berbatu-batu. Pohon ini memang bisa dikatakan pohon berkat: melindungi dari panas terik, tempat bernyanyi dan berdoa, memberi buah bagi semua orang yang singgah di bawahnya, apapun identitasnya. Pohon ini dapat tumbuh secara liar, namun tetap menjadi berkat berteduh bagi banyak orang. Maka akan menjadi sangat aneh jika sebuah pohon ara berada di kebun anggur, dengan tanah yang subur, dirawat secara sinambung namun tidak menghasilkan apa-apa.
Hal ini bisa diartikan sebagai orang-orang yang tumbuh di lingkungan yang baik, dalam hidup berlimpah dengan anugerah (di kebun anggur), namun tidak juga menghasilkan buah (berkat-berkat Tuhan). Dietrich Bonhofer, seorang pendeta yang melayani pada zaman pembantaian orang-orang Yahudi oleh kelompok Nazi di Jerman berkata bahwa ada dua kecenderungan sikap manusia memandang anugerah Tuhan (waktu, kesempatan, berkat Tuhan).
Yang pertama Cheap Grace, memandang bahwa anugerah Tuhan sebagai anugerah murahan. Orang Kristen yang demikian tidak mau bayar harga untuk mengikut Tuhan. Hidupnya sama dengan cara orang duniawi berpikir dan bertindak. Orang Kristen tanpa pertobatan dan buah yang nyata. Yang kedua Costly Grace, orang Kristen yang mau membayar harga demi mengikut Kristus.
Mereka menyadari akan anugerah Tuhan yang sudah mereka terima lalu menyerahkan hidup dalam kekudusan, dalam kehendak Tuhan supaya hidup mereka menyenangkan hati-Nya dan menjadi saluran berkat kasih Tuhan. Mari pergunakan waktu hidup kita dengan bijak, jauhi kesia-siaan yang membuat hidup kita batu sandungan bagi orang lain.
Dalam Yesaya 55: 4-5 dituliskan bahwa Tuhan telah menetapkan kita menjadi saksi bagi bangsa-bangsa. Kita akan memanggil bangsa yang tidak kita kenal, dan bangsa yang tidak mengenal kita akan berlari kepada kita oleh karena Tuhan Allah kita mengagungkan kita. Artinya kita diutus menjadi saksi bagi semua orang, apapun identitasnya. Siapkah kita menjadi saksi bagi-Nya, berbuah bagi-Nya? (GPP – Khotbah Kristen Lukas 13: 1-5 | Berbuah, Di Dalam Anugerah)
baca juga: Renungan Harian Yosua 14: 6-15 | Meski Tua, Tetap Berprestasi