Renungan-Daniel-3-17-18-(Kasih-Senantiasa-Bertahan)
Renungan Daniel 3: 17-18 (Kasih Senantiasa Bertahan)

Renungan Daniel 3: 17-18 (Kasih Senantiasa Bertahan). Sabtu itu setelah selesai sharing Firman Tuhan pada kelompok remaja yang sudah kita bina beberapa tahun terakhir, saya didatangi oleh seorang remaja putri bernama Yesika. Dia meminta waktu sebentar untuk cerita sesuatu yang penting dengan saya; sambil mengajaknya turun keruangan bawah dia berbicara lirih dan dengan suara pelan saya menyendengkan telinga saya supaya bisa menangkap kata-kata yang meluncur dari mulutnya.Saya mempersilahkan dia duduk persis dekat tangga ruang konsistori. Suara drum di lantai dua gereja cukup membuat saya kesulitan mendengarkannya.

Ia bercerita bagaimana sharing firman Tuhan yang saya sampaikan tadi cukup berkesan di hatinya tentang bagaimana kita harus berani berdiri demi kebenaran dan tidak malu mengakui Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat kita karena Tuhan Yesus tidak malu mengakui kita bahkan Ia merangkul kita orang berdosa dengan kasih-Nya.

Gadis kelas 3 SMA ini bercerita bagaimana beberapa hari sebelumnya wali kelasnya memanggilnya dan satu orang temannya yang beragama Kristen dan mempengaruhi mereka untuk meninggalkan imannya kepada Tuhan Yesus karena menurutnya disekolah negeri dimana ia bersekolah sebagian besar muridnya memang tidak memiliki iman seperti dirinya. Kalau mayoritas yang ada pastilah logikanya benar adalah argumentasi yang di berikan gurunya.

Hal yang lebih menyesakan bagi Yesika adalah bahwa di rumah pun mamanya menginginkan hal yang sama.Perceraian orang tua mereka menjadikan persoalan ini semakin pelik. Sebagai seorang yang lebih dewasa saya hanya berkata hal yang sederhana dan menantangnya untuk beran berdiri dan menyatakan iman justru dalam keadaan sulit. Saya mengajaknya berdoa bersama memohon Tuhan memberi kekuatan dan hikmat untuk berani menunjukan kasih kami kepada-Nya secara nyatadan terbuka.

Sadrakh, Mesakh dan Abednego adalah anak-anak muda yang berani berdiri pada zamannya ketika imannya diuji perihal sujud menyembah kepada patung yang dibuat raja Nebukadnezar. Mereka berani menyatakan imannya ketika api perapian dipanaskan tujuh kali untuk membakar mereka

Daniel 3:17-18.Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami , maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.”

Pelajaran iman apa yang bisa kita ambil dari kisah Alitab ini :

1. Iman seseorang baru terlihat kualitasnya ketika diuji.

Tokoh-tokoh dalam alkitab mengalami peristiwa yang sungguh menguji iman mereka sebagai contoh bagaimana Abraham diuji oleh Allah untuk mempersembahkan Ishak yang adalah anak yang dijanjikan Allah sendiri. Ayub yang mengalami ujian iman begitu berat dengan kehilangan harta dan anak-anak yang dia kasihi. Kebenarannya adalah Iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak 2:26b TB)

2. Menjadi berkat dan kesaksian bagi banyak orang.

Ketika kita bertekun dan percaya bahwa Allah yang kita percaya itu adalah Allah yang hidup maka seperti 3 hamba Tuhan itu mereka senantiasa percaya dan beriman baik kalau diselamatkan dari api maupun tidak. Ketika Raja melihat bagaimana iman mereka dan bagaimana Allah menolong mereka, Raja memuhi Allah Sadrakh, Mesakh dan Abednego.

Berkatalah Nebukadnezar: “Terpujilah Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego! Ia telah mengutus malaikat-Nya dan melepaskan hamba-hamba-Nya, yang telah menaruh percaya kepada-Nya, dan melanggar titah raja, dan yang menyerahkan tubuh mereka, karena mereka tidak mau memuja dan menyembah allah manapun kecuali Allah mereka. (Dan 3:28TB)

Ketika iman kita menjadi taruhannya beranikah kita tetap berdiri menjadi saksi Kristus bagi duna? Beranikah kita menunjukan kasih kita kepada Kristus?

 

Penulis: Ayub Simanjuntak

Baca Juga Artikel Lainnya....