Khotbah Kristen : Kita Semua Pendatang. Masih kuat dalam ingatan saya tentang orang-orang yang tinggal di Pematang Siantar, tempat saya dilahirkan, tentang bagaimana penduduk yang umumnya berasal dari etnis Batak dan Jawa, hidup berdampingan dengan harmonis. Pada umumnya setiap orang memposisikan diri sama dengan yang lainnya. Yang menarik, rata-rata orang di sana bisa dua Bahasa daerah, yaitu bahasa batak dan bahasa jawa. Meskipun tidak terlalu fasih, golongan batak bisa bahasa jawa dan golongan jawa bisa bahasa batak. Bahasa menjadi sarana bagi mereka untuk saling mengenal dan menerima.
Sebagai pendatang, biasanya seseorang akan berusaha beradaptasi dengan orang-orang yang sudah lebih lama tinggal di suatu daerah. Di kampong tempat saya berasal, dari dua mayoritas etnis tersebut, entah mana yang penduduk asli dan mana pula yang pendatang. Kenyataannya, saudara-saudara etnis Jawa sudah dari sejak lama tinggal menetap di Siantar, yang notabene penduduk aslinya Batak (Simalungun). Akan tetapi, sikap sebagai pendatang membuat seseorang lebih bijak dalam berelasi dan bekerja, serta hidup berdampingan dengan orang lain. Seorang pendatang senantiasa berpikir bahwa dirinya hanyalah seorang pendatang, tidak bisa seenaknya di tanah dan kampung orang. Yang penting semua aman, baik dan harmonis.
Kita Semua Pendatang
Indonesia merupakan negara yang sangat majemuk. Bahasa, agama dan keyakinan, adat-istiadat, budaya, tata cara, nilai-nilai, dsb, berbeda. Jika ditarik lebih jauh lagi, semua perbedaan tersebut sudah tentu menimbulkan keberagaman juga dalam soal bersikap, memandang dan merespon situasi tertentu. Itu sebabnya, jikalau tidak dikelola dengan baik, negara Indonesia dengan ribuan pulau ini pasti hancur. Setiap orang dari berbagai latar belakang menganggap diri benar dan yang utama di atas yang lainnya.
Kita bersyukur karena Tuhan menyertai Indonesia. Sudah sejak lama, berbagai kelompok dengan kepentingan tertentu berusaha mencerai-beraikan dan menghancurkan bangsa ini. Agama, etnis dan golong, identitas, menjadi isu yang seringkali “digoreng” oleh kelompok tertentu. Tetapi karena anugerah Tuhan, kita masih diizinkan untuk hidup harmonis di tengah berbagai tantangan.
Namun demikian, anugerah keharmonisan tersebut haruslah kita pelihara dan upayakan. Dan setiap warna negara wajib ikut memelihata keutuhan bangsa. Itu sebabnya, sebagai warga negara yang baik, kita pun dituntut untuk memenuhi tanggung jawab (sekaligus hak) kita di dalam menentukan nasib bangsa. Bangsa ini adalah anugerah Tuhan dan kita semua adalah pendatang yang diberikan kepercayaan untuk mengelola bangsa ini melalui apa yang kita bisa dan yang kita punya. Jangan sampai Sang Pemilik dan Penduduk “Asli” bumi pertiwi ini tidak senang karena para pendatang tidak berkontribusi sebagaimana mestinya. O ya, 17 April 2019 ada Pemilu akbar. Ojo lali yo.
Fernando Simanjuntak