Renungan 1 Korintus 13: 1-2 | Perbuatan Kasih yang Berbicara. Manakala kata-kata tak cukup menyatakan cinta, maka perbuatan kitalah yang harus lebih lantang untuk menyatakannya. Crystal Valdes, seorang vlogger juga merupakan seorang istri serta ibu dari dua orang anak, yang salah satunya mengidap gangguan pendengaran. Sekilas, bayi laki-lakinya tampak seperti bayi normal lainnya. Namun ketika memasuki usia 5 bulan, hasil tes menunjukkan bahwa Neo Valdes, anaknya menderita gangguan pendengaran yang parah, sehingga kemungkinan anak tersebut tidak dapat menggunakan bahasa verbal atau berbicara. Crystal dan suaminya, Niko Valdes sangat terpukul dan kebingungan. Tapi kemudian sebagai seorang ibu, Ia sadar bahwa Tuhan menempatkan Neo di tengah keluarga mereka karena Tuhan tahu bahwa mereka pasti sanggup merawat dan mengasihi Neo.
Perbuatan Kasih yang Berbicara
Mereka pun mulai belajar bahasa isyarat, sembari mengusahakan kesembuhan Neo. Selama proses itu, Crystal menyadari bahwa Neo lah yang mengajarinya untuk menjadi seorang ibu yang lebih kuat dan berpengharapan. Dalam salah satu videonya ia mengatakan bahwa Neo mungkin takkan mendengarnya mengatakan ‘I Love You’, namun ia berusaha dalam setiap tindakannya agar bahasa kasih itu tetap bisa dirasakan oleh putranya itu.
Bagi kita yang dikaruniai tubuh yang normal, mengatakan dan memahami pernyataan cinta bukanlah hal yang sulit. Bahkan, saking mudahnya, beberapa di antara kita bisa menyatakan cinta meski tidak didasari perasaan yang sungguh-sungguh. Sehingga untuk menunjukkannnya dalam bentuk tindakan, itu menjadi urusan nomor dua.
Namun tidak demikian dengan Allah Bapa Kita. Sama seperti Crystal Valdes, Allah tahu, banyak di antara kita yang ‘tuli’ secara nurani. Oleh karena itu, Ia tak sekedar berbicara melalui nubuat para nabi, Ia bahkan mengutus Putra-Nya yang Tunggal untuk mewujudnyatakan Cinta-Nya bagi manusia.
Dan dengan semua perbuatan kasih-Nya, Yesus memastikan bahwa cinta menjadi bahasa universal yang pasti akan ‘didengar’ orang tuli dan mampu ‘dilihat’ orang buta. Oleh karena itu, ketimbang menghitung berapa kali kita mengatakan cinta pada sesama, sudahkah perbuatan kita menyatakan dengan lantang tentang cinta itu sendiri?
Penulis: Maria Desi Natalia