Tunduk-di-dalam-Takjub
Tunduk di dalam Takjub

Tunduk di dalam Takjub. Minggu sebelum perayaan Rabu Abu selalu diperingati sebagai Minggu Transfigurasi. Transfigurasi berarti perubahan rupa (a change in form or appearance) seperti dialami oleh Yesus ketika berada di atas sebuah gunung yang tinggi dan ketika Ia sedang berdoa, rupa wajah-Nya berubah dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan, beberapa penulis menuliskan bahwa peristiwa itu merupakan puncak spiritualitas Yesus dan merupakan visualisasi kemuliaan dari tubuh rohani Yesus.

Lalu tampaklah Ia berbicara dengan dua tokoh besar Alkitab, yaitu Musa sebagai penerima Loh Hukum Allah sekaligus utusan Allah untuk membebaskan umat Israel dari tanah perbudakan di Mesir dan memimpin mereka menuju tanah perjanjian, dan Elia yang dikenal sebagai nabi besar pembela para nabi yang menderita karena penganiayaan pada zaman kekuasaan raja Ahab dan yang telah memenangkan pertarungan melawan empat ratus lima puluh orang nabi Baal dan empat ratus orang nabi Asyera untuk mengembalikan bangsa Israel kepada Allah (IRaj.18:16-40).

Tunduk di dalam Takjub

Ketiga tokoh itu sedang berbicara (berunding, diskusi) tentang perjalanan misi karya keselamatan Allah yang sedang dilaksanakan oleh Yesus dan akan diselesaikan-Nya di Yerusalem melalui pengorbanan diri-Nya sebagai korban penghapus dosa umat manusia.

Peristiwa berkumpulnya ketiga tokoh Alkitab dalam kemuliaan membuat para murid (Petrus, Yakobus, dan Yohanes) merasa takjub. Mereka ingin menikmati peristiwa kemuliaan tersebut selama mungkin dan tidak ingin peristiwa itu cepat berlalu dangan menawarkan untuk membuatkan kemah bagi masing-masing tokoh tersebut.

Namun keinginan manusia tidak sama dengan keinginan Allah yang turun dalam bentuk awan dan segera membawa Musa dan Elia ke dalam awan tersebut, lalu terdengarlah suara dari dalam awan itu, yang berkata: “inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia,” (Luk.9:35). Melalui firman-Nya, Allah hendak mengingatkan bahwa para murid tidak dapat memerintah Yesus untuk mengikuti kemauan mereka, tetapi perintah Yesuslah yang harus mereka dengar dan patuhi, yaitu agar mereka kelak bersedia menjadi saksi-saksi-Nya, menjadikan seluruh bangsa sebagai murid-Nya dan mengajarkan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya (Mat.28:19-20).

Sekalipun visualisasi kemuliaan Yesus di atas gunung tidak berlangsung lama, namun sesungguhnya kemuliaan Yesus selalu menyertai-Nya sampai Dia menyelesaikan misi karya keselamatan Allah yang berakhir di bukit Golgota, kemudian meninggal dunia, lalu bangkit kembali pada hari yang ke tiga dan kembali ke sorga empat puluh hari setelah kebangkitan-Nya.

Seluruh perjalanan kehidupan Yesus adalah sebuah kemuliaan. Ketika Ia menyembuhkan seorang yang telah tiga puluh delapan tahun mengalami kelumpuhan di tepi kolam Betesda (Yoh.5:1-9), menyembuhkan seorang penyandang kusta (Mat. 8:1-4), memberi makan lima ribu orang (Luk.9:10-17), menyelamatkan perempuan yang terancam dihukum rajam (Yoh.8:2-11), membangkitkan Lazarus yang sudah mati (Yoh.11:1-44), dan banyak lagi yang dilakukan-Nya yang menunjukkan bahwa Dialah sang Anak Allah yang penuh dengan kemuliaan yang membuat kita semua menundukkan hati dan takjub dengan segala kemuliaan-Nya tersebut.

Namun janganlah kita hanya takjub dengan peristiwa-peristiwa yang besar dan spektakuler saja, cobalah kita renungkan kembali perjalanan kehidupan kita. Berapa banyak Tuhan Yesus telah memelihara, memberkati, dan melindungi kita sepanjang hidup kita ini sehingga melalui mata rohani kita tetap memandang-Nya dengan takjub akan segala kasih dan kemuliaan-Nya. Selamat menjelang Rabu Abu dan Masa PraPaskah!

Sumber: GKI Kota Wisata (www.gkikotawisata.org)

Baca juga: Renungan Harian Remaja 1 Timotius 6: 2b-10 | Enggak Tahu Lagi

Baca Juga Artikel Lainnya....