Renungan Yeremia 1: 4-10 | Bisa Karena Bapa. Pernahkah saudara-saudari melihat kedai atau warung makan dengan nama yang unik? Miisalnya, Warung Bakso Pak Gundul, Mie Ayam Pak Pendek, dan sebagainya. Masyarakat Indonesia memang kadang kala menggunakan nama-nama unik untuk usahanya demi menarik minat pembeli, salah satunya dengan menonjolkan kekurangan fisik pemiliknya. Ini merupakan hal yang baik, oleh karena para pedagang tersebut tidak lagi memandang “kekurangan” fisik sebagai kelemahan yang membuat minder, melainkan berbesar hati menerimanya dan menjadikannya daya tarik tersendiri untuk usahanya. Sementara ada banyak orang, tidak terkecuali orang-orang percaya, yang merasa bahwa dirinya sangat kurang dan tidak berdaya. Entahkah itu dikarenakan bentuk fisik, kognitif/kecerdasan, dialeg/logat, latar belakang keluarga, dan masih banyak lagi. Perasaan-perasaan seperti ini menghalangi atau menghambat orang percaya untuk melaksanakan tugas pelayanan di dunia ini, yaitu untuk memberitakan kabar sukacita kepada semua makhluk dan menjalankan fungsi dalam persekutuan tubuh Kristus. Untuk itu mari belajar dari kisah keterpanggilan Yeremia sebagai nabi Allah, dan bagaimana Allah meneguhkannya untuk bisa keluar dari rasa minder yang menghalanginya melayani.
Keadaan bangsa Allah pada saat itu telah terbagi menjadi 2 kerajaan yakni kerajaan Israel (10 suku) di Utara dan kerajaan Yehuda (2 suku) di Selatan. Dalam pasal 1:2 kita mengetahui bahwa raja yang memerintah Yehuda waktu itu adalah Yosia. Dia adalah raja yang naik takhta pada usia muda dan merupakan seorang yang takut TUHAN. Kemudian dari pasal 1:3 kitab Yeremia ini kita juga mengetahui bahwa firman TUHAN datang kepada Yeremia tidak hanya dalam masa pemerintahan Yosia, tetapi sampai pada masa pemerintahan Zedekia. Yosia memang raja yang takut TUHAN. Tapi tidak demikian dengan raja-raja setelahnya sampai kepada raja Zedekia. Mereka semua melakukan apa yang jahat dimata Tuhan, dan berujung pada pembuangan ke Babel. Tidak berlebihan jika kita katakan bahwa situasi pemanggilan Yeremia ini merupakan situasi yang genting bagi seorang nabi atau utusan Tuhan. Apalagi setelah matinya raja Yosia. Ini bisa menjadi salah satu pertimbangan tentang kegentaran hati Yeremia ketika dia dipanggil menjadi nabi Tuhan. Tapi alasan yang lebih jelas dan tegas diungkapkan oleh Yeremia pada ayat 6 dari bacaan kita hari ini. Alasan yang diungkapkannya adalah “tidak pandai berbicara” dan “usia yang masih muda.”
Bersyukur bahwa TUHAN meneguhkan Yeremia dan tetap bersedia memakai dia untuk menyampaikan firman-Nya ditengah-tengah situasi yang menegangkan, diantara bangsa dan raja yang keras kepala. Dan dia menerima dirinya sebagai orang yang istimewa di hadapan TUHAN, Allah Israel. Nah saudara-saudari, melalui panggilan Yeremia ini kita juga mau belajar akan status kita di hadapan Bapa kita. Bahwa kita adalah anak-Nya yang sangat dikasihi-Nya. Dia tidak mau kita merasa terpuruk dan merasa rendah diri dengan semua penilaian negatif kita terhadap diri sendiri. Seperti halnya Yeremia, kita pun berharga dimata-Nya. Untuk itu setiap kita orang percaya seharusnya tidak perlu takut dan ragu dalam melaksanakan tugas pelayanan di dunia ini. Mengapa kita seharusnya tidak perlu takut dan ragu dalam melaksanakan tugas pelayanan kita di dunia ini? Oleh karena bacaan kita hari ini menyingkapkan pada kita 3 kebenaran.
kita ditetapkan oleh TUHAN
Kebenaran yang pertama adalah bahwa kita ditetapkan oleh TUHAN. Ini dapat kita lihat dalam ayat 5 dari bacaan kita ini. Saudara-saudari sekalian, kalau kita perhatikan ayat 5 ini dengan seksama, kita akan mendapati 4 kata kerja yang Allah ucapkan yakni: membentuk, mengenal, menguduskan dan menetapkan. Saudara-saudari, kata ‘membentuk’ dalam bahasa aslinya mengandung arti ‘sesuatu yang dibuat oleh jari-jari tangan seseorang.’ Kata ini biasa digunakan untuk merujuk atau menjelaskan pekerjaan seorang panjunan atau penjura yang membentuk keramik atau bejana tanah liat dengan tangannya. Tapi dalam hal ini Allah mengidentifikasi pekerjaan-Nya dengan kata ini. Bahwa Dia sendirilah yang membentuk kita dalam rahim ibu kita masing-masing. Dia tahu pasti setiap bagian diri kita. Tapi pernyataan Allah yang lebih mengagumkan lagi adalah bahwa sebelum kita ada dalam rahim, bahkan sebelum kehadiran kita terfikirkan oleh orang tua kita, Allah telah mengenal kita sepenuhnya. Kata ‘mengenal’ disini tidak sama artinya dengan kata mengenal yang biasa kita gunakan: saya kenal si A, dsb. Kata mengenal diterjemahkan dari kata Yada. Artinya adalah mengenal secara dalam, mengenal berdasarkan pengalaman, atau mengenal sepenuhnya. Dalam kitab Kejadian 4:1 kata ini juga digunakan untuk menunjuk pada hubungan suami-istri antara Adam dengan Hawa. Ketika Allah menyatakan bahwa Dia mengenal kita, itu berarti bahwa Dia mengenal kita lebih baik dari siapa pun. Sebelum kita terbentuk di dalam kandungan pun Allah sudah menguduskan kita. Dikuduskan artinya dipisahkan untuk suatu maksud tertentu. Ini kembali menunjukkan bahwa Allah begitu mengenal kita dan rancangan-Nya bagi kita telah tersedia jauh sebelum kehadiran kita di dunia. Pernyataan-pernyataan Allah ini pun mengerucut kepada suatu pernyataan utama bahwa Dia “sudah menetapkan.” Kalau saudara-saudari di suruh untuk menetapkan atau memilih satu bunga di taman untuk diberikan kepada seseorang, kira-kira bunga mana yang akan saudara-saudari pilih? Yang ungu mungkin, atau yang kuning, atau yang merah. Anda memilihnya karena mungkin bunga itu lebih indah dari yang lain, atau lebih wangi dari yang lain. Paling tidak ada kualifikasi atau keunggulan tertentu dari bunga tersebut yang menyebabkan anda memilihnya. Bagaimana dengan Bapa kita di sorga? Bapa tahu bahan tubuh kita ini, karena Dia yang membentuk kita. Dia juga mengenal kita lebih dari siapa pun. Dan anugerah-Nya bagi kita adalah bahwa Dia sudah menguduskan kita yaitu menetapkan kita untuk maksud dan tujuan tertentu. Kata ‘menetapkan’ dalam bacaan ini diterjemahkan dari kata Natan, yang dapat juga diartikan ‘memberi’. Kata Natan ini sendiri memiliki arti yang jauh lebih dalam. Ini menunjukkan otoritas orang yang memberi. Tidak ada syarat atau kualifikasi apa pun untuk orang pertama memberi kepada orang kedua. Itu semua terjadi hanya karena orang pertama mau dan rela memberi. Jadi ketika Allah berfirman bahwa Dia menetapkan kita, itu menunjukkan bahwa Dia memilih kita karena anugerah-Nya. Dia bisa pilih siapa saja. Tidak ada kualifikasi atau hal yang membuat kita layak untuk dipilih Allah. Itu semua hanya karena anugerah. Kita tidak mempengaruhi dan tidak menghakimi Dia. Dialah yang menghakimi kita. Kita semua telah ditetapkan Allah menjadi mitra-Nya untuk mengabarkan Injil kepada segala makhluk. Ini merupakan anugerah bagi kita semua. Menyadari hal ini, segala rasa rendah diri akan lenyap ganti sukacita karena penetapan Tuhan atas kita tanpa syarat atau tanpa melihat segala kelemahan kita.
kita disertai oleh TUHAN
Kebenaran yang kedua, mengapa kita sebagai orang percaya sehausnya tidak perlu takut dan ragu dalam melaksanakan tugas pelayanan di dunia ini, adalah karena kita disertai oleh TUHAN. Dalam ayat 8 kita melihat pernyataan Allah kepada Yeremia, bahwa ketika Dia menetapkannya menjadi nabi, Dia tidak sekali-kali membiarkan Yeremia berjalan seorang diri. Dia akan menyertainya. Deklarasi TUHAN yang kedua ini (menyertai) terwakili oleh sebuah kata atau artikel sederhana, yakni Et (dalam bahasa Ibrani) atau Meta (dalam bahasa Yunani). Namun dalam kesatuan kalimat, kedua kata ini menunjukkan kedekatan atau kehadiran pribadi yang menyampaikan firman. Jadi dapat dipahami bahwa Yeremia, bahkan juga kita semua, tidak berbuat segala sesuatu sendirian, tetapi Pribadi Bapa sendiri bersama dengan kita.
Dulu waktu masih SMP saya bersama bapak sering ke kebun, apalagi kalau libur sekolah. Tapi saya tidak berani untuk pergi sendiri. Kebun di Sulawesi Tengah itu kebanyakan di daerah gunung, dan disekitarnya adalah hutan. Jadi pergi kebun dan pergi hutan hampir sama. Suatu kali saya disuruh untuk pergi ke kebun ambil ayam. Hari itu semua orang di rumah sibuk untuk persiapan pesta panen, maka hanya saya yang bisa untuk pergi. Hari kira-kira sudah pukul 4 sore. Cahaya matahari sudah mulai redup. Dan saya yakin di gunung mataharinya lebih ‘cepat tidur.’ Perjalanan ke kebun membutuhkan waktu 30 menit naik motor, ditambah sekitar 15 menit jalan kaki. Kalau saya pergi bersama bapak saya tidak merasa takut walaupun harus pergi malam. Tapi kali ini saya sendiri. Sensainya sungguh luar biasa. Saya keluar dari kebun sekitar pukul setengah 6 sore dan sampai di rumah sekitar setengah 7 malam. Tapi semenjak itu saya berani untuk pergi kebun sendirian. Poinnya adalah ada perbedaan besar antara pergi kebun sendirian dengan pergi bersama bapak. Bagaimana dengan Yeremia? Bagaimana kita sebagai umat Tuhan? Kalau kita membaca ayat 7 kita seolah-olah melihat bahwa Yeremia disuruh untuk pergi sendiri. Dia harus pergi ke tempat yang Allah perintahkan. Tetapi ayat 8 menunjukkan bahwa Pribadi TUHAN pergi bersama dia juga. Bapa pergi bersama-sama dengan kita. Selalu. Untuk apa? Untuk menonton saja? Tidak. Tetapi untuk turut bekerja dengan kita, yaitu melepaskan kita. Kata ‘melepaskan’ dalam bacaan ini berdasarkan bahasa aslinya dapat juga diterjemahkan sebagai ‘menyelamatkan’ atau ‘melindungi.’ Dari apa? Dari berbagai macam tantangan yang kita hadapi dalam menjalankan tugas pelayanan kita. Kita mungkin bertemu dengan orang-orang yang senang menghakimi kita dengan semua kekurangan kita, masa lalu kita, atau orang-orang yang mengancam nyawa kita. Mungkin orang terdekat yang membatasi kita untuk bekerja bagi Tuhan. Bapa akan selalu melindungi dan melepaskan kita dari berbagai tantangan yang kita hadapi. Bukan hanya yang berasal dari luar diri kita tetapi yang utama yang berasal dari dalam diri sendiri. Tantangan tersulit yang dihadapi dalam menjalankan panggilan pelayanan sering berasal dari dalam diri sendiri. Mungkin bukan hanya rasa rendah diri. Tetapi juga mungkin ada kesombongan di dalam. Tidak mau menerima saran. Atau mungkin adiksi-adiksi, kecanduan-kecanduan. Bapa pasti akan melepaskan kita dari semua hal tersebut dan menyelamatkan kita dari kecenderungan yang merusak. Bapa hadir bersama-sama dengan kita, sehingga Dia turut merasakan pergumulan kita, baik tentang lingkungan di luar kita maupun tentang hal-hal internal dalam diri kita.
kita diperlengkapi oleh TUHAN
Kebenaran yang ketiga, mengapa kita sebagai orang percaya sehausnya tidak perlu takut dan ragu dalam melaksanakan tugas pelayanan di dunia ini, adalah karena kita diperlengkapi oleh TUHAN. Dalam ayat 9 kita melihat bahwa TUHAN menjamah mulut Yeremia dan menaruh perkataan-Nya dalam mulut Yeremia. Ini adalah sebuah penggambaran tindakan Allah. Poinnya adalah bahwa Yeremia yang tidak fasih berbicara telah dikaruniakan kemampuan untuk berkata-kata menyampaikan firman-Nya. Allah memberikan apa yang diperlukan Yeremia untuk menjalankan tugas pelayanannya. Dia diperlengkapi. Tapi apa sebenarnya arti diperlengkapi? Kita melihat bahwa mulut Yeremia dijamah oleh TUHAN, dan dia dikaruniakan kemampuan berbahasa. Kata menjamah dalam bagian ini diambil dari kata Ibrani Naga. Tapi dalam Septuaginta (Alkitab PL berbahasa Yunani) kata yang digunakan adalah Hepsato, yang berasal dari kata Hapto. Uniknya, kata ini tidak selalu diterjemahkan menyentuh atau menjamah, tetapi juga bisa diterjemahkan ‘menyalakan, menghidupkan atau mengobarkan.’
Bapa mengasihi kita. Dia tahu semua beratnya tantangan dan pergumulan yang kita hadapi. Untuk itu Dia mengaruniakan Roh Kudus kepada kita masing-masing. Kita dipersatukan dengan Dia. Roh Kudus itu menyalakan semangat pelayanan dalam hati kita. Dia memperlengkapi kita dengan karunia-karunia rohani untuk dipakai memuliakan Dia dalam menjalankan panggilan pelayanan kita. Masing-masing kita diutus untuk suatu tugas yang berbeda, sehingga karunia rohani yang diberikan Roh Kudus kepada kita pun berbeda-beda. Untuk itu kita tidak perlu merasa kita tidak terlalu penting dalam tubuh Kristus karena kita tidak memiliki karunia yang sama dengan orang lain. Kita punya panggilan dan fungsi masing-masing, dan setiap kita penting. Kalau saudara dan saya mencoba untuk menjadi orang lain, bisa dipastikan tugas pelayanan yang ada di depan kita tidak akan mampu kita laksanakan karena kita tidak menjadi sesuai lagi untuk tugas pelayanan itu. Atau mungkin kita merasa bahwa kita tidak memiliki karunia rohani sama sekali. Itu sangat salah. Ketika Allah menetapkan dan mengutus kita untuk suatu tugas khusus, Dia juga akan memperlengkapi kita. Kita semua punya karunia masing-masing. Bahkan kehadiran kita pun adalah karunia bagi sesama kita. Belum mengetahui karunia rohani bukan berarti tidak memilikinya. Allah akan dan sudah menyatakannya pada kita masing-masing. Saudara-saudara, dengan berbagai keunikan kita masing-masing, Allah Roh Kudus mengobarkan semangat yang sama kepada kita untuk melaksanakan tugas pelayanan yang dikaruniakan Bapa pada kita. Jangan biarkan semangat itu redup dan pudar oleh karena perasaan-perasaan rendah diri.
Penulis: Fajar Gumelar