Renungan Harian Remaja Pengkhotbah 4: 7. David adalah pemuda yang senangnya menyendiri. Sejak SMA dia jarang terlihat berkomunitas dengan siapa pun. Entah apa penyebabnya yang jelas David pernah terluka dengan sesama hingga dia memutuskan untuk tidak mempercayai sesamanya.
Apapun yang dia kerjakan semuanya ditujukan untuk dirinya sendiri. Bahkan dalam berjemaat, David sudah terlihat jarang ke gereja. Katanya dia telah berselisih paham dengan pengurus gereja hingga membuatnya berhenti menghadiri kebaktian, dan menolak siapa saja yang mencoba mendekatinya. Ia mengatakan bahwa ia tidak membutuhkan siapa pun kecuali Allah.
Hal yang serupa kita temukan dalam ayat 8 bacaan kita hari ini tentang seseorang yang kesepian dan mencurahkan segala tenaganya untuk mengejar harta, namun ia tidak memiliki waktu untuk sahabat-sahabatnya atau pun keluarganya. Ia bekerja sangat keras, namun harta kekayaannya tidak dapat mengisi kekosongan dalam hidupnya. Apakah yang membuat hatinya terasa kosong? Karena tidak adanya kebersamaan dengan orang lain.
Penulis kitab Pengkhotbah pun memberikan gambaran tentang manfaat dari persekutuan dan kebersamaan (ayat 9-12). Gambaran tentang manfaat ini mengacu pada hasil kerja dari dua orang pekerja, dimana mereka dapat saling menolong ketika salah satu terjatuh, saling memberi rasa hangat pada malam yang dingin, dan saling melindungi ketika diserang. Bahkan pengkhotbah meyakinkan dengan pepatah, “Tali tiga lembar tak mudah diputuskan,”.
Sobat, kita tidak dapat berperan dengan baik apabila kita hidup menyendiri, entah itu dalam pekerjaan, berjemaat atau pun berkomunitas. Bahkan Allah sendiri telah merancang bahwa kita akan selalu membutuhkan orang lain. Jangan pernah menyendiri karena Allah senantiasa memberikan sahabat pada kita, dan jadilah seorang sahabat! Sebab itulah satu-satunya cara untuk memenuhi rancangan Allah mengenal kebersamaan. Nah, kalo Allah saja senang bersahabat, mengapa kita harus menyendiri? (Renungan Harian Remaja Pengkhotbah 4: 7 | Mengapa Sendiri?)