Renungan Harian Pengkhotbah 3: 1-15 | “Belajar” atau “Menjadi”. Belakangan, saat “literasi” menjadi sebuah kata yang sering didengung-dengungkan, proyek-proyek yang berhubungan dengan literasi pun bermunculan. Yang menarik, tidak sedikit proyek pelatihan menulis kilat saya temui di berbagai instansi, sekolah, atau komunitas-komunitas masyarakat.
“Belajar” atau “Menjadi”
Tak hanya menarik, proyek-proyek tersebut juga melahirkan keraguan dan pertanyaan. Seorang kawan saya yang cukup dekat dengan penyelenggara proyek semacam itu berkata bahwa buku-buku yang ditulis oleh peserta pelatihan seperti itu banyak yang dibuat asal-asalan – yang penting jadi buku. Jadi, benarkah proyek literasi mendorong seseorang untuk lebih suka membaca, mau belajar menulis, atau sekadar agar bisa lebih cepat “menjadi penulis”?
Atas nama kemajuan literasi, banyak penulis karbitan muncul. Padahal, proses kreatif apa pun membutuhkan waktu, tak bisa instan. Firman yang kita baca hari ini pun mengingatkan, bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan akan membuahkan hasil pada waktunya. Jawaban atas pertanyaan di nas yang kita baca dapat kita temukan di ayat-ayat berikutnya: bahwa manusia mestinya dapat menikmati tiap proses yang ada dalam kehidupannya, dan di dalam tiap proses itu Allah turut bekerja (ayat 10-12).
Selain itu, bila kita tergesa-gesa akan ada sesuatu yang kurang firman Tuhan mengingatkan, “Rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan, tetapi setiap orang yang tergesa-gesa hanya akan mengalami kekurangan” (Amsal 21: 5). Dalam hal menulis, misalnya, karya itu jadi banyak salah tulisnya, tidak nyaman dibaca, dan sebagainya. Sudahkan kita menikmati proses belajar menjadi sesuatu, atau selalu tergesa-gesa ingin menjadi sesuatu? – SN (Renungan Harian Pengkhotbah 3: 1-15 | “Belajar” atau “Menjadi”)
Baca juga: Renungan Harian Amsal 12: 1-28 | Nenek Moyang Malas