Melenyapkan-Dusta
Melenyapkan-Dusta

Melenyapkan Dusta

Melenyapkan Dusta. Perjalanan hidup kita selama di dunia ini menyadarkan kita bahwa dusta telah merajalela dalam diri seseorang. Ada yang sadar akan hal tersebut dan ada juga yang tidak sadar akan hal tersebut, semua tergantung dari setiap pribadi masing-masing. Pribadi yang berkenan untuk mengintrospeksi diri, kehidupannya dari hari ke hari akan semakin terkontrol tetapi, sebaliknya pribadi yang enggan untuk mengintrospeksi diri kehidupannya dari hari ke hari akan semakin tidak terkontrol.

Seorang aktivis gereja belum tentu bisa mengotrol dirinya, begitu juga jemaat. Namun, seringkali yang kita lihat adalah sosok jemaat yang lebih bisa mengontrol dirinya dari pada aktivis-aktivis gereja yang ada. Hal ini seringkali disebabkan oleh apa yang menjadi keseringan dalam segala aktivitas kehidupannya.

Seorang aktivis gereja seringkali merasa benar karena aktivitas sehari-harinya, ia mudah sekali untuk menghakimi sesamanya tanpa melihat dahulu dirinya. Seorang jemaat yang gagah perkasa seringkali mudah menghina sesamanya, ia merasa bahwa segala sumbangannya membawa derajatnya lebih tinggi dari pada sesamanya. Tetapi, seorang yang seringkali tidak terhitung namanya adalah seseorang yang bijaksana, ia tahu menempatkan dirinya, ia juga mengucapkan kata-kata yang sederhana, dan semuanya itu atas dasar pengalaman yang di milikinya.

Melenyapkan Dusta

Dusta, yang telah merajalela dalam diri kita haruslah kita musnahkan keberadaannya. Kita hanya bisa melenyapkannya dengan tidak mencacimaki saudara, kita harus bisa mengasihi saudara kita sebagaimana Tuhan telah mengasihi kita, sehingga dalam segala aktivitas kita, tidak membuat diri kita menjadi batu sandungan melaikan memberikan teladan.

Mengingat Tuhan dalam segala aktivitas kita membuat kita sadar bahwa kita bukan siapa-siapa. Kita akan menolong sesama tetapi tidak melihat rendah kehidupanya. Kita berkata-kata penuh dengan kasih mesra sehingga tidak melukai hatinya. Aktivitas gereja tidak membuat kita menghakimi sesama, melainkan sebagai perwujudan dari kasih kepada Tuhan kita. Maka ingatlah dan renungkanlah perkataan Tuhan kita: “Jikalau seorang berkata: Aku mengasihi Allah, dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya (1 Yoh 4:20).”

Penulis: Junio Richson Sirait, S.Th

Leave a Reply