Ini Tentang Mengasihi, Seperti Yesus Mengasihi. Kita adalah orang-orang yang diselamatkan oleh KASIH KARUNIA dari Allah yang kita respon dengan IMAN (Ef.2:8). Tetapi dari manakah kita tahu bahwa kita sudah diselamatkan? Dari hati kita yang telah berubah sehingga bisa mengasihi sebagaimana Tuhan mengasihi. “Kita tahu, bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara kita. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut” (1Yoh. 3:14).
Surat Yohanes yang pertama ini ditulis dan ditujukan kepada orang-orang yang percaya kepada nama Anak Allah (1Yoh. 5:13). Surat ini untuk kita, orang-orang Kristen. Dituliskan untuk menolong kita melihat ke dalam diri kita, apakah iman percaya kita sudah nyata dalam kehidupan kita sehari-hari.
“Saudara-saudara yang kekasih, bukan perintah baru yang kutuliskan kepada kamu, melainkan perintah lama yang telah ada padamu dari mulanya. Perintah lama itu ialah firman yang telah kamu dengar. Namun perintah baru juga yang kutuliskan kepada kamu,…” (1Yoh. 2:7-8).
Mengasihi
Dua ayat ini terkait dengan perintah yang pernah Yesus sampaikan kepada murid-murid-Nya untuk saling mengasihi (Yoh. 13:34). Pada awalnya Yohanes mengatakan perintah mengasihi adalah perintah lama yang telah ada sejak mulanya, namun berikutnya ia katakan sebagai perintah baru. Jadi manakah yang benar? Perintah lama atau perintah baru? Keduanya benar. Dalam hal apa perintah mengasihi ini menjadi perintah baru?
Ketika Yesus datang ke dunia, Ia mendemonstrasikan tindakan tertinggi dari mengasihi. Demonstrasi kasih yang belum pernah dipikirkan, dibayangkan, dibicarakan sebelumnya. Kasih yang memberi, kasih yang mengampuni, kasih yang mengorban kan diri. Yesus memberikan perintah kepada murid-murid-Nya untuk saling mengasihi, “…seperti Aku mengasihi kamu…”. Tolok ukur nya adalah kasih Yesus kepada kita. Demikianlah perintah itu menjadi perintah yang baru.
Bagaimana bila seorang Kristen kesulitan untuk mengasihi? Bagaimana bila tidak rela mengampuni? Bukti kuat kalau kita orang Kristen yang sungguh percaya kepada Yesus bukanlah bahwa kita tidak lagi berbuat dosa, melainkan bahwa kita menyadari bahwa kita berdosa dan melihatnya sebagai dosa. Saat kita gagal menaati perintah-Nya, Roh Kudus yang berdiam dalam kita menginsafkan kita.
Roh Kudus menolong untuk mengenali dan melihat ketidaktaatan kita pada perintah-Nya itu sebagai dosa. Lalu kita didorong untuk mengakuinya secara sadar di hadapan Tuhan. “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan” (1Yoh 1:9).
Saat kita sulit mengampuni, hati kita gelisah karena kita sadar kita sudah berdosa. Maka saatnya kita datang pada Tuhan untuk mengakuinya, maka sukacita dan damai sejahtera dari Tuhan akan kita alami. Kita adalah orang yang diubahkan. “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2Kor. 5:17).
Pada dasarnya, secara sifat kita telah berubah. Akan tetapi pekerjaan dari perubahan itu berlangsung seumur hidup kita. Kita masih dan sedang terus diubahkan untuk makin serupa dengan Yesus, pun dalam hal mengasihi sesama. (EDS)
Sumber: GKI Kota Wisata (www.gkikotawisata.org)
Baca juga: Renungan Harian Roma 12:9 ; 15:1 | Pemimpin yang Mengasihi