Renungan Amsal 2: 7-8 (Jujur, Ajur?). Jujur ajur (jujur hancur) adalah istilah Jawa untuk mengungkapkan orang yang bersikap jujur tetapi malah mendapat kemalangan. Istilah ini mungkin tepat disandang oleh Siami, ibu yang berprofesi sebagai penjahit. Ia bersama keluarganya terpaksa terusir dari tempat tinggalnya setelah kejujuran yang diungkap Siami tentang “contek berjamaah” di SD tempat putranya belajar. Di tengah gencarnya tentang pendidikan karakter bangsa, kasus Siami tersebut menjadi sebuah ironi. Namun demikian, munculnya kasus Siami ini menunjukkan kepada kita bahwa kejujuran masih ada dan kita masih bisa berharap bahwa bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat dengan kejujuran sebagai panglima.
Jujur, Ajur?
Mungkin, kita pernah mengalami seperti Siami. Maksud hati menegakkan kebenaran tetapi kejujuran kita justru membawa masalah baru dalam hidup. Namun apa pun yang akan terjadi kebenaran tetaplah kebenaran dan kebenaran harus diungkap. Pada awalnya mungkin kita berpikir pengalaman Siami sebagai kesialan di dalam menegakkan kejujuran. Namun percayalah bahwa Tuhan tidak tinggal diam terhadap orang-orang yang mau mengupayakan kejujuran itu. Firman hari ini adalah janji Tuhan bahwa Dia akan selalu ada di pihak siapa pun dan membela mereka yang menegakkan kebenaran. Terbukti, setelah kasus Siami tersebut mencuat ke publik, banyak orang pasang badan untuk membela Siami.
Berlaku jujur atau menyatakan kebenaran memang tidak mudah apalagi jika lingkungan kita terbiasa kompromi dengan dosa. Namun seorang bijak berkata, “Istilah ‘jujur ajur’ hanya dianut oleh orang-orang yang tidak mampu berpegang tegung pada kebenaran”. Jadi, jangan takut berlaku jujur karena Tuhan di pihak kita.