Khotbah Kristen : Sportif | 2 Timotius 2: 5, Roma 8: 28. Pada 1 Oktober 1975, di Manila ibukota Filipina digelar pertandingan tinju dunia antara petinju legendaris, Muhammad Ali, melawan musuh bebuyutannya, Joe Frazier. Pertarungan ini diberi julukan “Thrilla in Manila”, sebuah lagu tinju penuh sensasi, yang direncanakan berlangsung limabelas ronde. Pertandingan ini menjadi salah satu pertandingan tinju yang selalu diingat oleh dunia, karena berlangsung dengan sengit, keras dan cenderung brutal. Kedua petinju mempertontonkan teknik bertinju yang tinggi, ketahanan fisik yang luar biasa, tidak sekalipun keduanya knock down, alhasil “perkelahian” ini berlangsung hanya 14 ronde. Dokter pertandingan setelah memeriksa luka-luka di wajah Joe Frazier pada saat jeda antara ronde 14 dan 15, mengusulkan kepada wasit untuk menghentikan adu tinju ini karena kondisi luka pada wajah Joe sudah sangat mengkhawatirkan dan akan membahayakan nyawanya jika pertandingan dilanjutkan, meski hanya tersisa satu ronde. Keputusan ini tentu saja sangat mengecewakan Joe Frazier yang merasa masih sanggup melanjutkan sisa satu ronde, tapi sebaliknya untuk Muhammad Ali yang meskipun terlihat terkejut atas keputusan wasit ini, Ali tentu merasa senang dan dia dinyatakan sebagai pemenang. Pengakuan ali kemudian menyatakan bahwa sebetulnya dia juga dalam kondisi fisik yang sudah sangat lelah meskipun luka-luka pada wajahnya tidak separah Joe. Muhammad Ali kemudian menghampiri Joe Frazier dan mereka saling berpelukan, sungguh suatu momen yang mempertontonkan semangat sportivitas yang tinggi kedua petinju tersebut.
Sportif
Saya mengambil ilustrasi dari pertandingan tinju karena tinju adalah olahraga keras, dalam waktu kurang lebih satu jam, masing masing petinju berusaha memukul lawan sekeras-kerasnya supaya jatuh dan knock out. Selama satu jam keduanya terlibat dalam adu fisik dan teknik bertinju, namun semua persaingan seketika menjadi sima begitu pertandingan selesai dan wasit memutuskan salah satu pemenangnya. Sportivitas sejati selakyaknya harus dimiliki oleh atlet, tidak hanya tinju tapi juga untuk cabang olahraga lain.
Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juata, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga. (2 Timotius 2: 5)
Tindakan sportif tidak hanya diharapkan dari seorang atlit di dunia olahraga saja. Di semua sisi kehidupan masyrakat juga diuntut tindakan dan perilaku yang sportif, bahkan pada elemen terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga, relasi suami istri, juga antara orang tua dengan anak-anak, harus dilandasi dengan semangat egaliter, saling menghargai dan menghormati satu dengan yang lain. Diharapkan dari keluarga-keluarga yang menjungjung tinggi sportivitas, akan dapat membentuk tatanan masyarakat yang berbudaya sportif juga. Adalah suatu tantangan dari semua lapisan masyarakat mulai dari elite dan para pemimpin untuk dapat memberikan contoh dan teladan dalam bersikap dan berperilaku adil, menjunjung tinggi fair play dan sportivitas dalam mengambil keputusan maupun kebijakan public. Barangkali dengan membudayakan penggunaan 3 kata ajaib yaotu maaf (sorry), tolong (please) dan terima kasih (thank you) dapat meningkatkan rasa saling menghormati satu dengan yang lain.
Sebelas hari yang lalu baru saja kita melaksanakan pesta demokrasi dengan menggunakan hak pilih untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden serta anggota parlemen. Bersyukur semua berjalan dengan relative baik dan aman. Saat ini proses perhitungan suara masih sedang berlangsung dan pada saatnya akan diumumkan siapa pemenangnya. Pada perhelatan pemilihan umum ini juga dituntut sportivitas dari semua pihak, baik peserta kontestasi maupun penyelenggara. Diharapkan dari kontestan terutama, dapat menghargai dan menghormati rakyat yang telah dengan tertib dan damai melaksanakan pemungutan suara dengan antusias dan gembira. Aturan main setiap tahapan pemilu sudah ada mekanisme sesuai undang-undang, marilah kita ikuti tahapannya dengan seksama, sampai pada waktunya akan diumumkan siapa pemenangnya. Kepada pemenang janganlah menjadi jumawa (baca : sombong) dan yang kalah sebaiknya legowo (baca: berbesar hati). Kita wajib mewujudkan kehidupan demokrasi yang bermartabat, sehingga ke depan pemilihan umum benar-benar dirasakan sebagai pesta demokrasi, pesta rakyat yang membawa sukacita. Kita berkeyakinan Allah akan selalu bekerja untuk merencanakan, menyiaqpkan dan memanggil seseorang yang akan menjadi pemimpin di republic yang kita cintai ini.
Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. (Roma 8: 28)
Pnt. Eko Setiawan