Renungan Harian Roma 8: 35-39 | Kasih yang setia. Beberapa tahun yang lalu, aku bergabung dengan sebuah “tantangan renungan” yang di dalamnya pesertanya harus memilih satu kata untuk menjadi fokus dan refleksi. Aku memilih kata kasih, diawali dengan berfokus memeriksa kasihku kepada Allah. Untuk menguatkan komitmenku, aku menaruh sebuah foto di kantorku. Foto itu menunjukkan gambar sebuah hati terukir di pasir pantai dengan ombak yang bergulung-gulung di dekatnya. Di dalam hati itu ada sebuah hati lain yang bertuliskan, “Kasihilah Allah”. Suatu pagi seorang rekan kerjaku melihat foto itu dan berkata, “Bukankah akan jadi mengagumkan jika sesudah diterjang ombak, kata ‘Kasihilah Allah’ masih tetap ada di sana?” Ia tersenyum dan berjalan pergi, sambil mengatakan, “Tidak mungkin kan?”
Ucapannya membuatku kembali merenungkan apa artinya mengasihi Allah. Seberapa setianya kasihku kepada Allah? Apakah kasihku kepada Allah terlihat hanya pada masa-masa senang? Ketika segalanya menjadi sulit, apakah kasihku kepada Allah masih siap terucap, nyata, dan terlihat? Sejauh mana aku dapat mengatakan dengan berani bahwa aku mengasihi Allah sesudah “badai” kehidupan dan “ombak” kehilangan, kedukaan, kekecewaan, penolakan, dan ketakutan menerjang diriku?
Pertanyaan yang aku tujukan kepada diriku sendiri ini masih ada. Namun, setelah membaca Mazmur 136, aku bersyukur mengetahui bahwa kasih Allah kepadaku akan selalu teguh. (Cassius Rhue)
baca juga: Renungan Harian 1 Korintus 8: 1-13 | Tak Menjadi Batu Sandungan